Jahil Menjahili di Jaman Jahil Menjadi Keharusan

SUKARNO Putra Sang Fajar dalam Pusaran Zaman

Dia salah satu alasan utama Indonesia berdiri. Penuh kontroversi, tetapi selalu mendapat tempat di hati.


Meninjau daerah Jawa Timur dengan kereta api (Foto: IPPHOS)
SUATU hari seorang tamu datang ke Istana Merdeka. Ia datang sebagai utusan orang yang berminat membeli tongkat komando milik Bung Karno. Benda kesayangan presiden Indonesia pertama ini memang paling sering diincar orang untuk diambilalih. Ada yang secara terang-terangan seperti tamu tadi, ada juga yang dengan sembunyi berusaha mencuri. Sang tamu menyodorkan angka yang mencapai jutaan rupiah. Bahkan untuk menambah daya pikat tawarannya, ia sanggup mendatangkan wanita yang cantik sebagai pengganti tongkat.

Sekalipun Bung Karno jauh dari jenis yang terpejam matanya melillat wanita cantik, tawaran yang kurang ajar itu ditolak mentah-mentah. Kepada Guntur, putranya, Bung Karno menyatakan, kalau sekadar wanita cantik, ia tidak perlu perantara karena ia bisa mendapatkan yang parasnya selagit dan... gratis.

Anekdot ini diceritakan Guntur dalam salah satu bukunya.

(Foto: IPPHOS)
Kisah kecil yang menyangkut tongkat komando ini memang tidak bisa dijadikan gambaran utuh Sukarno. Namun, paling tidak, cerita ini melukiskan sosok Sukarno sebagai pribadi yang hangat, terbuka, bergelora, dan sangat kompleks.

Lebih dari segalanya, tongkat komando, yang menjadi simbol keluarnya satu perintah yang terpusat, adalah salah satu gambaran lain yang bisa bercerita tentang sebab kejayaan dan kebangkrutan Sukarno.

Sukarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Ayahnya, Raden Soekami, seorang guru sekolah rakyat, dan ibunya adalah Idayu Rai, wanita Bali yang berdarah bangsawan. Sejak kecil, jiwa kepemimpinannya. sudah menonjol. Sering Sukarno mendatangi kakak perempuannya satu-satunya dan berkata, "Yu, lihat nanti, jagat saya kepal."

Mengingat Sukarno datang dari keluarga priayi, ia bisa beroleh kesempatan mengecap penidikan sampai tingkat tingi. Untuk menambah uang saku ia menjual lukisan karyanya kepada teman-temannya. Akhirnya gelar sarjana teknik sipil berhasil ia raih dari Sekolah Teknik Tinggi di Bandung (kini ITB). Sebagai "tukang insinyur", ia menghasilkan beberapa rancangan. Salah satu karyanya adalah Hotel Preanger di Bandung.

Namun, bukan ini yang membuat nama Sukarno melambung di kepulauan Nusantara. Tiga bulan setelah lulus pada 1926, tiga tulisannya yang muncul dalam Indonesia Muda merebut perhatian kaum terpelajar Indonesia. Sukarno dalam artikel tersebut menyerukan perlunya ada kerja sama yang erat di antara kelompok nasionalis, Islam, dan komunis. Ia menyadari bahwa ini sulit, tapi ia ingin mencobanya. Obsesi Sukarno pada persatuan memang sangat menonjol.

Pada sebuah kabin pesawat (Foto: IPPHOS)
Bagaimanapun, seruan dalam artikel itu sangat menonjol karena kebanyakan pemimpin pergerakan pada era itu masih berkutat pada gagasan persatuan yang sempit. Budi Utomo, misalnya, masih menggarap masalah orang Jawa keturunan priayi. Pemimpin yang boleh disebut sudah mempunyai ide "negara Indonesia" saat itu baru Agus Salim , Cokroaminoto (mertu pertama Sukarno), dan Hatta.

Setelah PKI gagal dalam pemberontakannya yang pertama pada 1926, Sukarno berkesempatan membentuk partainya sendiri pada 1927 di tengah kesumpekan para pemimpin saat itu. Partai itu dinamainya Partai Nasional Indonesia. Fokus Sukarno saat itu adalah BaGaimana memperoleh kemerdekaan. Setelah itu entah bagaimana nanti. Pilihan radikal ini membuatnya menjadi ujungtombak perlawanan kaum nonkooperatif. Namun, konsekuensinya, penjara berkali-kali membuka pintunya untuk Sukarno. Salah satu pembelaannya yang terkenal dalam pengadilannya berjudul Indonesia Menggugat.

Ketika Jepang masuk, Sukarno meninggalkan prinsip nonkooperasinya. Namun, sekalipun kerja sama, prinsip nasionalismenya masih ia junjung tinggi. Buktinya, ketika ia meluncurkan Pancasila pada 1 Juni 1945, penguasa militer Jepang marah besar. Artinya, tujuan Sukarno dan Jepang sebetulnya berbeda. Meskipun begitu, tak pelak, tudingan kolaborator masih lekat padanya sampai awal-awal Republik berdiri.

Begitu kedaulatan Indonesia diakuai pada 1949, kiprah Sukarno pun makin mendunia. Sayangnya, urusan dalam negeri justru terbengkalai. Kongsinya dengan Hatta pecah pada 1956, setelah Hatta mundur dari posisi wakil presiden. Sukarno memang terbukti bukan manajer yang baik. Pemberontakan meletup di mana-mana, mulai PKI, DI/TII, PRRI sampai Permesta.

Pertikaian kepentingan Jawa dan luar Jawa juga meruncing. Gara-gara utama, Sukarno terlalu berkonsentrasi pada dirinya sendiri. Semua harus dimulai dari dirinya. Ia menempatkan dirinya sebagai guru bangsa. Ini tercermin dari pidato-pidatonya yang sering dimulai dengan kalimat, "Saya akan memberi kursus." Di sisi lain, upaya pembunuhan atas dirinya beberapa kali membuat sikapnya makin keras. Akibatnya, jiwa demokratisnya mulai luntur. Sebagian perwira Angkatan Darat di bawah pimpinan A.H. Nasution bahakn menentangnya terang-terangan pada 1952. Sukarno pun menjelma jadi diktator dengan membubarkan parlemen pada 1960 dan menyerukan Demokrasi Terpimpin.

Selanjutnya, Sukarno, yang masih berapi-api dengan semangat antikolonis, terseret dalam pusaran Perang Dingin. Ia pun menggelar pelbagai program seperti Dwikora, Ganyang Malaysia, Ganefo, dan proyek-proyek mercusuarnya. Ia juga menghantam apa saja yang tidak berkenan di matanya, mulai memenjarakan lawan politik sampai menghantam musik "ngak-ngik-ngok". Lucu, karena musik adalah pilihan untuk bergembira secara sehat, sementara ia sendiri gemar berlenso.

Ia pun berusaha memainkan kartu Nasakom. Strategi ini gagal total karena Peristiwa Gerakan 30 September menyeretnya ke dasar lembah. Sekalipun ia masih mampu bertahan satu tahun setelah itu ia betul-betul "dilumpuhkan". Sukarno, yang pernah begitu berkilau, menjalani akhir hidupnya dengan tragis. Ia dikenai tahanan rumah. Bahkan untuk menghadiri perkawinan putra-putrinya pun ia tak boleh. Ia akhirnya meninggal pada 20 Juni 1970.

Kontroversi tentang dirinya mungkin akan tetap abadi. Namun, Putra sang Fajar ini telah memberikan dirinya secara total untuk bangsanya. Unuk itu, ia layak lekat di hati




@



0 comments:

Post a Comment - Kembali ke Konten

SUKARNO Putra Sang Fajar dalam Pusaran Zaman