Kursi Dewan Haram Bagi Legislator Tanpa Kredibilitas
Para pengamat memperkirakan anggota DPR 2009-2014 terpilih lebih rendah kualitasnya dibanding anggota DPR 2004-2009. Apa gunanya fatwa haram golput oleh MUI?
Hidayatullah.com--Inilah proses pemilihan umum (pemilu) yang berjalan babak belur.
Pemilu April 2009 berlangsung dengan bayang-bayang tingginya golongan putih (golput) –tidak mengikuti kegiatan pemilu—akibat ketidakpercayaan terhadap proses pemilu 2004 lalu, serta perilaku anggota DPR yang terpilih. Sinyal golput sendiri sudah diwujudkan masyarakat dengan kurangnya angka partisipasi pada kegiatan pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah.
Untuk menekan golput pada Pemilu 2009, sampai dikeluarkan fatwa haram golput oleh MUI. Hal ini mengingat anggaran pemilu Rp 47 triliun. Cukup besar untuk negara berkembang semacam Indonesia, apalagi di tengah krisis global sekarang ini. Sayang kalau partisipasi masyarakat terlalu rendah dibanding anggaran yang dikeluarkan.
Faktor lain jika banyak golput, maka peluang memilih anggota legislatif berkualitas semakin jauh dari harapan. Nyatanya setelah pemilu berlangsung, angka golput semakin tinggi. Jika tahun 2004 (untuk Pilpres), golput sebanyak 24%. Untuk pemilu legislatif 2009, 29%.
Di samping itu diperkirakan kualitas anggota DPR terpilih untuk 2009-2014 lebih buruk dibanding anggota DPR 2004-2009. Menurut surat kabar nasional, dari 560 anggota DPR terpilih, hanya sekitar 50 orang saja yang bisa (langsung) bekerja di bidang legislasi. Hal disebabkan banyak anggota DPR terpilih dari kalangan artis, keluarga pengurus partai, serta kerabat pejabat. Ditenggarai mereka minim kapabilitas di bidang legislasi.
Lantas apa manfaat fatwa haram golput yang dikeluarkan MUI untuk meningkatkan partisipasi pemilu dan mendapat anggota DPR berkualias, dengan kriteria kompetensi: siddiq, amanah, fathonah (kridibel), dan tabligh, jika hasil pemilu 2009 semacam itu? Menurut Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI, Prof. KH. Ali Mustafa Ya’kub kepada hidayatullah.com, sebenarnya melonjaknya angka golput bukan disebabkan minimnya partisipasi pemilih, namun karena kasus masyarakat yang tidak masuk DPT.
MUI dalam fatwa haram golput sifatnya hanya menghimbau mayarakat untuk memiliki caleg yang memiliki empat kriteria. Terlepas apakah masyarakat memilih atau tidak, itu bukan urusan MUI.
“Yang penting tanggung jawab MUI sudah gugur,” ujar Mustafa. Namum, Mustafa mengakui jika masih banyak masyarakat yang taat fatwa MUI.
Dalam fatwa haram golput, sebenarnya MUI bukan saja mengharamkan golput, namun juga haram memilih pemimpin caleg yang tidak memiliki empat kriteria dan moralitas yang baik. Sebab, buruknya kinerja DPR selama ini bisa jadi karena kompetensi yang rendah.
Oleh karena itu, Mustafa Ya’kub mensinyalir, bertambahnya golput karena kinerja DPR selama ini dianggap buruk oleh masyarakat. Oleh karena itu, boleh jadi masyarakat jadi enggan memilih. Apalagi, bursa caleg tahun 2009 ini diramaikan oleh 61 artis yang masih disangsikan kredibilitasnya.
“Posisi legislatif bukanlah ladang cari uang saja yang kemudian diperebutkan oleh banyak pihak. Namun juga pertaruhan kompetensi dan kredibilitas. Sejauh mana mereka bisa membuat legislasi,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini, haram menjadi caleg jika tidak memiliki kompetensi dan empat kriteria. Bukan saja para artis dan selebriti, namun juga pemilik modal, anak pejabat, dan lain sebagainya. “Tentunya jika hal itu hanya diniatkan untuk mencari uang,” tegasnya.
Masih Asumsi
Sementara, menurut Aribowo, pengamat politik Unair, minimnya kompetensi para caleg yang mayoritas pendatang baru dan artis masih asumsi. Kita lihat dulu kinerja mereka beberapa waktu ke depan. “Jika iya, baru kita adakan evaluasi,” katanya.
Ia mengatakan, kinerja buruk DPR tidak melulu dari pendatang baru. Sewaktu DPR dipegang orang-orang lama zaman Orde Baru, anggota legislatif dari partai atau dari Golkar juga belum maksimal.
Aribowo mengakui, lemahnya kinerja DPR bukan hanya disebabkan minusnya kompetensi para anggota dewan, namun karena tekanan dan pengaruh partai. “Jarang, anggota DPR yang bisa independen,”katanya.
Mengenai golput, Ari mengatakan, hal itu lumrah terjadi dalam negara demokrasi. “Justru jika pemilih mencapai 90 persen lebih, malah harus dicurigai, jangan-jangan ada mobilisasi,” tegasnya.
Namun, kata Aribowo, rendahnya kredibilitas para caleg dan buruknya kinerja DPR, juga menjadi bahan pertimbangan masyarakat untuk memilih. [ans/www.hidayatullah.com]
@
Tagged @ News
0 comments:
Post a Comment - Kembali ke Konten